Rabu, 05 Februari 2020

RAHASIA MEMBANGUN TOKO ONLINE!!!

"RAHASIA BAGAIMANA MEMBANGUN TOKO ONLINE SENDIRI DENGAN CEPAT DAN GAMPANG TANPA HARUS MENGERTI CODING-CODINGAN."

KLIK DIBAWAH INI

https://bit.ly/398zpc7

Senin, 27 Januari 2020

Pakaian Adat Riau



1. Pakaian Keseharian Untuk Anak-anak

Pakaian adat Riau tidak hanya difungsikan untuk acara-acara tertentu. Tetapi beberapa dari pakaian adat tersebut difungsikan sebagai pakaian keseharian, salah satunya adalah pakaian keseharian untuk anak-anak.
Pakaian keseharian anak-anak yang digunakan dibagi menjadi 2 macam, yakni pakaian untuk anak laki-laki dan pakaian untuk anak perempuan. Untuk pakaian anak laki-laki dalam adat istiadat masyarakat Riau disebut dengan Baju Monyet. Pakaian ini dipadukan dengan jenis celana panjang yang tanggung, serta lengkap dengan kopyah atau kain berbentuk segi empat sebagai penutup kepala.
Sementara untuk pakaian keseharian anak perempuan disebut dengan baju kurung dengan motif bunga-bunga. Pakaian ini dipadukan dengan rok yang lebar dengan jilbab atau kerudung. Pakaian keseharian masyarakat Riau ini biasa digunakan untuk mengaji atau untuk menuntut ilmu.

2. Pakaian Keseharian Untuk Dewasa

Bagi masyarakat Riau berusia dewasa, mereka mengenakan pakaian khas dan juga sangat erat dengan nilai-nilai agama dan budaya. Untuk laki-laki melayu, mereka menggunakan pakaian yang dinamakan Baju Kurung Cekak Musang. Yakni, baju seperti busana muslim yang dipadukan dengan celana panjang yang longgar. Baju ini dipakai bersamaan dengan sarung dan kopyah.
Untuk perempuan melayu, mereka dapat mengenakan 3 jenis pakaian yang berbeda, yakni Baju Kebaya Pendek, Baju Kurung Laboh, dan Baju Kurung Tulang Belut. Baju-baju yang berbeda tersebut digunakan bersamaan dengan kain selendang yang difungsikan sebagai penutup kepala. Selain itu, baju perempuan tersebut dapat dipadukan dengan jilbab atau kerudung.

3. Pakaian Keseharian Untuk Orang Tua

Selain pakaian keseharian untuk anak-anak orang dewasa, juga ada pakaian keseharian untuk orang tua. Laki-laki yang sudah berumur panjang atau setengah baya, mereka menggunakan pakaian yang dinamakan Baju Kurung Cekak Musang atau Baju Kurung Teluk Belanga yang dapat dibuat dari kain lejo atau kain katun. Baju Kurung Teluk Belanga tidak jauh berbeda dengan Baju Kurung Cekak Musang yang bernuansa agamis.
Dan untuk perempuan yang sudah berumur tua, mereka menggunakan Baju Kurung Teluk Belanga, Baju Kebaya Pendek, dan Kebaya Laboh yang lengkap beserta selendang yang difungsikan sebagai kerudung. Kaum-kaum wanita biasanya juga memadukannya dengan jilbab atau kerudung asli.

4. Pakaian Adat Resmi

Di masa lalu, pakaian adat resmi Riau hanya dipakai ketika melakukan pertemuan/kunjungan resmi dengan kerajaan. Namun pada zaman sekarang, pakaian tersebut lebih sering dipakai pada acara resmi kepemerintahan.
Bagi kaum laki-laki, pakaian adat resminya adalah Baju Kurung Cekak Musang yang dikombinasikan lengkap dengan kopyah beserta sarung. Baju Kurung Cekak Musang tersebut dibuat dari bahan-bahan kain berkualitas tinggi, seperti kain satin atau kain sutra.
Sementara bagi kaum perempuan, pakaian adat resminya adalah Kebaya Laboh. Pakaian ini berbahan dasar kain tenun khas yang dibuat oleh masyarakat di beberapa daerah Riau, seperti Indragini, Siak, Trengganu, dan masyarakat lainnya.
Kebaya yang dipakai oleh gadis/wanita perawan didesain dengan panjangnya mencapai 3 jari di atas lutut. Sedangkan kebaya yang dipakai oleh wanita setengah baya yakni didesain dengan panjangnya hingga mencapai 3 jari di bawah lutut.

















Pakaian Adat Sulawesi Tenggara


1. Pakaian Adat Suku Muna

Suku Muna mendiami Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Kaum pria suku Muna pada umumnya mengenakan baju (bhadu), sarung (bheta), celana (sala), dan kopiah (songko) atau ikat kepala (kampurui) untuk pakaian sehari-hari. Bajunya berlengan pendek seperti baju model sekarang, dan warnanya putih. Ikat kepalanya berupa kain bercorak batik dan Ikat pinggang yang dipakai terbuat dari logam berwama kuning. lkat pinggang ini berfungsi sebagai penguat sarung dan juga untuk menyelipkan senjata tajam. Sarung yang dipakai biasanya berwama merah bercorak geometris horizontal.
Sedangkan untuk kaum perempuan suku Muna biasanya mengenakan bhadu untuk atasan, bheta, dan kain ikat pinggang yang disebut simpulan kagogo. Bentuk baju berupa baju berlengan pendek dan berlengan panjang dengan lubang pada bagian atas baju untuk memasukkan kepala. Baju biasanya terbuat dari kain satin warna merah atau biru.
Wanita Muna memakai baju berlengan pendek yang disebut kuta kutango untuk pakaian sehari-hari. Baju tersebut diberi hiasan renda pada setiap ujung lengan, sedangkan lubang leher diberi hiasan dengan warna kuning emas. Sarung yang mereka kenakan umumnya berwarna merah, biru, hitam, cokelat, atau warna gelap lainnya dengan corak garis-garis horizontal. Sebagai kelengkapan pakaian dipakai kalung bulat yang terbuat dari logam, gelang yang terbuat dari emas dipakai pada tangan, dan gelang yang terbuat dari logam warna putih atau kuning dikenakan pada kaki.
Sarung yang dipakai oleh wanita terdiri atas tiga lapisan. Lapisan pertama adalah sarung atau rok warna putih yang dililitkan di pinggang. Lapisan kedua untuk membalut baju, yang dililitkan di dada menjurai sampai dengan di atas lutut. Lapisan ketiga digulung melilit dada terkepit ketiak, dan ujung lilitannya dipegang oleh salah satu tangan.

2. Pakaian Adat Suku Tolaki

Dahulu pakaian semacam ini hanya dikenakan oleh golongan bangsawan atau yang, menduduki jabatan tertentu dalam masyarakat. Sekarang masyarakat Tolaki memakai pakaian ini untuk pakaian pengantin, acara adat, atau acara-acara resmi lainnya. Pakaian lelaki terdiri atas babu ngginasamani (baju yang sudah diberi hiasan berupa sulaman), saluaro mendoa (celana), sul epe (ikat pinggang) dari logam, dan pabele (destar).
Pakaian perempuannya disebut babu ngginasamani (baju), sawu (sarung), sulepe, dilengkapi dengan aksesori, antara lain tusuk konde dan hiasan sanggul berupa kembang-kembang yang dibuat dari logam, andi-andi (anting-anting), eno-eno (kalung leher), bolosu (gelang tangan), dan kakinya beralaskan solop (selop).
3. Pakaian Adat Buton
Umumnya orang Buton mengenakan pakaian biru-biru yang terdiri atas sarung dan ikat kepala tanpa baju. Agar sarung tampak kuat, dililitkan kain ikat pinggang yang diberi hiasan jambul-jambul atau rumbai-rumbai disebut kabokena tanga. Ikat kepala dililitkan di tengah kepala sehingga membentuk lipatan-lipatan yang meninggi di sebelah kanan kepala, yang disebut biru-biru.
Pakaian sehari-hari di kalangan wanita disebut baju kombowa. Pakaian ini terdiri atas unsur baju dan kain sarung bermotif kotak-kotak kecil yang disebut bia-bia itanu. Bentuk baju berlengan pendek dan tidak berkancing. Terdapat dua sarung yang dikenakan. Sarung yang di dalam dililitkan pada pinggang lebih panjang dari pada sarung yang di luar. Perhiasan yang digunakan adalah sanggul yang diberi hiasan yang terbuat dari kain atau logam yang berwarna kuning membentuk kembang cempaka. Selain itu, kaum wanita juga memakai gelang, cincin, dan anting yang terbuat dari emas.
Masyarakat Buton juga mempunyai pakaian khusus yang dikenakan pada upacara adat, memingit gadis yang disebut posuo, dan upacara sunatan. Upacara posuo diperuntukkan gadis yang telah menginjak dewasa. Pada upacara tersebut, gadis yang dipingit harus memakai pakaian kalambe yang terdiri atas baju kambowa, sarung dua lapis, ikat pinggang, dan perhiasan logam. Kedua sarung tersebut dililitkan di atas pinggang, dengan penguat lilitan selembar kain ikat pinggang. Ciri gadis yang sudah dipingit adalah memakai gelang yang sudah dihiasi manik-manik pada pergelangan kirinya disebut kabokenalimo.
Anak yang akan disunat ini memakai pakaian adat yang dinamakan ajo tandaki. Tandaki adalah mahkota. Yang boleh memakai tandaki adalah anak dari golongan bangsawan (kaomu). Pakaian ajo tandaki terdiri atas mahkota, sarung berhias (bia ibolaki), dan ikat pinggang (sulepe). Mahkota dibuat dari kain merah, manik-manik, bulu burung cenderawasih, dan berbagai hiasan dari logam.
Jika akan menghadiri upacara resmi, kaum wanita biasanya berpakaian secara lengkap dengan perhiasannya. Mereka memakai baju kambowa serta sarung yang bermotif (bia-bia itanu kumbea). Sarung dililitkan di pinggang membalut atau menutupi sebagian baju. Perhiasan yang dipakai adalah ikat pinggang (sulepe) terbuat dari logam. Perhiasan lainnya adalah gelang di kedua belah tangan, anting-anting di telinga dan kalung menghias leher. Pada sanggul dililitkan pita dari kain berwarna merah atau warna baju yang dipakainya. Sanggul seperti ini disebut popungu kelu-kelu. Kelengkapan pakaian seperti ini hanya dipakai oleh kalangan wanita bangsawan (kaomu).






















Pakaian Adat Sulawesi Barat



1. Pakaian Adat Wanita Mandar


Pakaian adat tradisional Pattuqduq Towaine biasanya dikenakan wanita Mandar Sulawesi Barat pada saat upacara pernikahan. Selain itu, pakaian ini juga digunakan ketika sedang menarikan tarian tradisional Sulawesi Barat yang bernama Patuqdu.
Terjadi perbedaan busana yang dipakain untuk kegiatan tari dan pernikahan. Untuk tarian terdiri dari 18 aksesoris, sedangkan untuk busana pengantin terdiri dari 24 aksesoris.
Aksesoris-aksesoris tradisional tersebut digolongkan menjadi 5 bagian:
  • pakaian utama,
  • penghias kepala,
  • perhiasan badan,
  • dan perhiasan tangan.


2. Pakaian Adat Laki-Laki Mandar

Pakaian adat tradisional laki-laki Sulawesi Barat khas Suku Mandar terbilang begitu sederhana. Yang dikenakan pria adalah jas tertutup warna hitam yang berlengan panjang. Atasan ini dipadukan dengan celana panjang dan kain sarung yang dililitkan di pinggang sebagai bawahan.
Singkatnya, pakaian tradisional laki-laki Sulbar ini melambangkan bahwa laki-laki suku Mandar haruslah gesit dalam bekerja dan bersikap.

3. Pakaian Adat Laki-laki Toraja

Berikut kita sedikit mengulas mengenai pakaian adat tradisional dari daerah Sulawesi Barat yang bernama pakaian adat Toraja. Pakaian tradisional ini merupakan pakaian yang panjangnya sampai lutut. Namanya Sepa Tallung Buku yaitu pakaian adat Toraja yang digunakan oleh laki-laki.
Sebagai wujud pelesatrian, PNS pria diwajibkan untuk menggunakan pakaian adat Seppa Tallung Buku setiap hari Sabtu.
Pakaian tersebut dilengkapi dengan aksesoris lainnya seperti kandaure, gayang, lipa’, dan lain-lain.

4. Baju Adat Wanita Toraja

Nah, baju adat Toraja yang saju ini idalah baju lengan pendek dengan dominasi warna kuning, merah dan putih. Baju tradisional Sulbar ini bernama Pokko yang merupakan baju adat wanita yang sampai kini masyarakat Tana Toraja sendiri masih melestarikannya.
Salah satu bentuk pelestariannya adalah dengan cara mewajibkan seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Tana Toraja untuk menggunakan baju Pokko setiap hari Sabtu.


















Pakaian Adat Sulawesi selatan




1. Baju Tutu (Baju Adat Pria Suku Bugis)

Pakaian adat untuk kaum laki-laki disebut dengan Tutu. Jenis pakaian ini adalah jas dan biasa disebut dengan Jas Tutu. Pakaian adat ini dipadukan dengan celana atau paroci, dan juga kain sarung atau lipa garusuk, serta tutup kepalanya yakni berupa songkok.
Jas Tutu berlengan panjang dengan leher yang berkerah dan dihiasi dengan kancing yang dibuat dari emas atau perak, yang mana dipasangkan pada leher baju tersebut. Sedangkan untuk kain lipa garusuk atau lipa sabbe terlihat polos namun berwarna mencolok, dengan ciri khas merah dan hijau.

2. Baju Bodo (Baju Adat Wanita Suku Bugis)

Bila pada pakaian adat laki-laki dinamakan Tutu, maka pakaian adat perempuan dinamakan Baju Bodo. Ciri khas Baju Bodo adalah berbentuk segi empat dan memiliki lengan yang pendek, yakni setengah atas dari bagian siku lengan. Baju bodo sudah ada sejak zaman dulu dan dapat ditelusuri seratus tahun ke belakang. Tidak hanya itu, pakaian ini dikenal dengan salah satu baju atau busana yang memiliki umur tertua di Indonesia.
Berdasarkan adat Bugis, setiap warna baju bodo memiliki arti tersendiri yang menunjukkan berapa usia serta martabat dari pemakainya, yakni sebagai berikut:
  • Jingga, memiliki arti yaitu pemakai adalah anak perempuan berusia sekitar 10 tahun.
  • Jingga dan Merah, memiliki arti yaitu pemakai adalah anak perempuan yang berusia sekitar 10 hingga 14 tahun.
  •  Merah, memiliki arti yaitu pemakai adalah perempuan berusia sekitar 17 sampai 25 tahun.
  • Putih, memiliki arti yakni pemakai ialah perempuan dari kalangan pembantu dan dukun.
  • Hijau, memiliki arti yakni pemakai ialah perempuan dari kalangan bangsawan.
  • Ungu, memiliki arti yakni pemakai ialah seluruh janda yang bertempat tinggal di Sulawesi Selatan.

3. Pattuqduq Towaine

Pattuqduq Towaine adalah baju adat dari Suku Mandar yang dikenakan pada saat pernikahan serta pada saat menari pattiqtuq. Baju/busana pattuqdu yang dipakai untuk menari adalah terdiri dari 18 potong, sementara busana untuk orang yang sedang menikah adalah 24 potong.
Busana Pattuqduq memiliki ragam jenis, yakni busana Rawang Boko atau Baju Pokkoq, serta berbagai macam motif yang menghiasinya. Pakaian adat ini juga disertai berbagai macam hiasan seperti hiasan kepala, badan, serta tangan yang mencerminkan salah satu budaya Mandar.

4. Baju Pokko

Baju Pokko adalah baju adat Toraja yang digunakan oleh kaum wanita. Pakaian adat Sulawesi Selatan ini memiliki ciri-ciri lengan yang pendek dengan didominasi warna kuning, merah, dan putih
Bagi masyarakat Tana Toraja, mereka masih tetap melestarikan baju adatnya dengan mewajibkan setiap PNS di wilayah Kabupaten Tana Toraja mengenakan Baju Pokko tersebut pada setiap hari Sabtu. Untuk PNS pria, juga diwajibkan mengenakan seppa tallung buku pada setiap hari Sabtu.

5. Baju Seppa Tallung

Pakaian adat ini merupakan pakaian adat Sulawesi Selatan yang berasal dari Suku Toraja. Ciri khas pakaian ini adalah memiliki panjang hingga sampai menyentuh bagian lutut. Baju Seppa Talung merupakan sebuah pakaian adat yang dikenakan oleh kaum laki-laki. Beberapa aksesoris yang melengkapinya yakni, kandaure, gayang, lipa’, dll.
Dalam perkembangannya, pakaian adat ini semakin terkenal dan pernah menjadi perhatian dunia pada acara Manhut Internasional 2011 yang diselenggarakan di Korea Selatan. Banyak sekali testimoni positif yang ditujukan pada pakaian adat Selatan ini.
Busana Seppa Tallung yang diajangkan adalah modifikasi dari busana Seppa Tallung Buku yang dilengkapi dengan berbagai aksesoris seperti sayap dan tanduk yang mencirikan kebesaran salah satu jenis kebudayaan Indonesia tersebut.














Pakaian Adat Sulawesi Utara


1. Pakaian Adat Minahasa Bajang


Bukan tanpa sebab suku Minahasa memiliki pakaian adat yang menjadi ciri khas dari daerah provinsi Sulawesi Utara. Rupanya suku Minahasa mendiami wilayah di sekitar semenanjung Sulawesi Utara (Sulut). Berdasarkan laporan sejarah, suku tersebut dikenal memiliki peradaban lebih maju daripada suku lainnya pada masa lampau. Beberapa bukti menunjukkan hal tersebut, seperti dari aspek pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam memintal kapas menjadi kain yang lebih nyaman dipakai untuk busana sehari-hari. Pakaian inilah yang disebut dengan nama Bajang.
Guna mengikuti atau hadir pada acara upacara adat, penduduk Minahasa pada umumnya mengenakan pakaian adat Sulawesi Utara yang lebih modern.
Cir khas modernya sebagai berikut:
  • Baju dengan bawahan berupa sarung,
  • Dilengkapi dasi dan destar penutup kepala dengan bentuk segitiga,
  • Pada perempuan cenderung lebih sering memakai kebaya dan bawahan kain berwarna sama (yapon),
  • Dan pernik perhiasan lain yang diselipkan pada sanggulan rambut, leher, lengan dan telinga

2. Pakaian Kohongian

Bersifat esklusif pakaian adat Sulawesi Utara ini. Dimana tidak sembarangan suku atau masyarakat bisa memakainya. Menurut informasi yang beredar, busana atau pakaian Kohongian merupakan pakaian adat yang dikenakan pada upacara pernikahan oleh anggota masyarakat dengan status sosial satu tingkat di bawah kaum bangsawan. Artinya pada saat itu tidak semua manusia bisa membelinya. Mungkin karena harganya yang mahal atau diproduksi dalam jumlah terbatas yang hanya untuk kalangan bangsawan saja.
Namun pada era sekarang ini. Rasanya tiada lagi kasta-kasta dalam status sosial di Indonesia. Semua sama dan semua mempunyai akses untuk memakai pakaian tersebut. Apatah lagi pakaian adat tersebut sudah menjadi objek wisata.

3. Busana Simpal

Memiliki fungsi yang hampir sama dengan busana Kohongian. Dimana busana Simpal merupakan busana yang khusus diperuntukkan bagi warga masyarakat yang termasuk ke dalam golongan pendamping pemerintah dalam kerajaan. Busana simpal pun dikenakan pada upacara pernikahan.


4. Pakaian Adat Sangihe dan Talaud

Pakaian adat Sulawesi Utara ini tepatnya berasal dari suku Sangihe Talaud. Busana ini biasanya hanya dipakai saat upacara Tulude. Bernama serat kofo atau semacam tanaman pisang dengan serat batang yang kuat adalah bahan pakaian adat ini. Kemudian serat ini dipintal, ditenun, dan dijahit menjadi selembar pakaian yang dikenal dengan busana Laku Tepu.
Laku Tepu ialah jenis pakaian adat yang berupa baju lengan panjang dan untaiannya sampai ke tumit. Pakaian ini dipakai bersama aksesoris lain berupa popehe (ikat pinggang), paporong (penutup kepala), bandang (selendang di bahu), dan kahiwu (rok rumbai). Pria dan wanita boleh memakai pakaian dan perlengkapan ini. Biasanya warnanya dasar kuning, merah, hijau, atau warna cerah lain.


5. Pakaian Adat Bolaang Mangondow

Berdasarkan informasi dari sejarah, Bolaang Mangondow adalah suatu etnis suku di Sulawesi Utara (Sulut) dan pernah membentuk sebuah kerajaan pada zaman dahulu. Karena kemajuan kebudayaannya dikala itu, beraneka ragam jenis pakaian adat Sulawesi Utara pun hadir dan menjadi warisan budaya sampai saat ini.
Busana yang dipakai sehari-hari oleh penduduk suku Bolaang Mongondow adalah kulit kayu atau pelepah nenas yang diambil seratnya. Serat yang disebut oleh penduduk di sana dengan nama “lanut” ini lalu ditenun menjadi kain. Lantas dijahit menjadi busana sehari-hari.