Senin, 27 Januari 2020

Pakaian Adat Riau



1. Pakaian Keseharian Untuk Anak-anak

Pakaian adat Riau tidak hanya difungsikan untuk acara-acara tertentu. Tetapi beberapa dari pakaian adat tersebut difungsikan sebagai pakaian keseharian, salah satunya adalah pakaian keseharian untuk anak-anak.
Pakaian keseharian anak-anak yang digunakan dibagi menjadi 2 macam, yakni pakaian untuk anak laki-laki dan pakaian untuk anak perempuan. Untuk pakaian anak laki-laki dalam adat istiadat masyarakat Riau disebut dengan Baju Monyet. Pakaian ini dipadukan dengan jenis celana panjang yang tanggung, serta lengkap dengan kopyah atau kain berbentuk segi empat sebagai penutup kepala.
Sementara untuk pakaian keseharian anak perempuan disebut dengan baju kurung dengan motif bunga-bunga. Pakaian ini dipadukan dengan rok yang lebar dengan jilbab atau kerudung. Pakaian keseharian masyarakat Riau ini biasa digunakan untuk mengaji atau untuk menuntut ilmu.

2. Pakaian Keseharian Untuk Dewasa

Bagi masyarakat Riau berusia dewasa, mereka mengenakan pakaian khas dan juga sangat erat dengan nilai-nilai agama dan budaya. Untuk laki-laki melayu, mereka menggunakan pakaian yang dinamakan Baju Kurung Cekak Musang. Yakni, baju seperti busana muslim yang dipadukan dengan celana panjang yang longgar. Baju ini dipakai bersamaan dengan sarung dan kopyah.
Untuk perempuan melayu, mereka dapat mengenakan 3 jenis pakaian yang berbeda, yakni Baju Kebaya Pendek, Baju Kurung Laboh, dan Baju Kurung Tulang Belut. Baju-baju yang berbeda tersebut digunakan bersamaan dengan kain selendang yang difungsikan sebagai penutup kepala. Selain itu, baju perempuan tersebut dapat dipadukan dengan jilbab atau kerudung.

3. Pakaian Keseharian Untuk Orang Tua

Selain pakaian keseharian untuk anak-anak orang dewasa, juga ada pakaian keseharian untuk orang tua. Laki-laki yang sudah berumur panjang atau setengah baya, mereka menggunakan pakaian yang dinamakan Baju Kurung Cekak Musang atau Baju Kurung Teluk Belanga yang dapat dibuat dari kain lejo atau kain katun. Baju Kurung Teluk Belanga tidak jauh berbeda dengan Baju Kurung Cekak Musang yang bernuansa agamis.
Dan untuk perempuan yang sudah berumur tua, mereka menggunakan Baju Kurung Teluk Belanga, Baju Kebaya Pendek, dan Kebaya Laboh yang lengkap beserta selendang yang difungsikan sebagai kerudung. Kaum-kaum wanita biasanya juga memadukannya dengan jilbab atau kerudung asli.

4. Pakaian Adat Resmi

Di masa lalu, pakaian adat resmi Riau hanya dipakai ketika melakukan pertemuan/kunjungan resmi dengan kerajaan. Namun pada zaman sekarang, pakaian tersebut lebih sering dipakai pada acara resmi kepemerintahan.
Bagi kaum laki-laki, pakaian adat resminya adalah Baju Kurung Cekak Musang yang dikombinasikan lengkap dengan kopyah beserta sarung. Baju Kurung Cekak Musang tersebut dibuat dari bahan-bahan kain berkualitas tinggi, seperti kain satin atau kain sutra.
Sementara bagi kaum perempuan, pakaian adat resminya adalah Kebaya Laboh. Pakaian ini berbahan dasar kain tenun khas yang dibuat oleh masyarakat di beberapa daerah Riau, seperti Indragini, Siak, Trengganu, dan masyarakat lainnya.
Kebaya yang dipakai oleh gadis/wanita perawan didesain dengan panjangnya mencapai 3 jari di atas lutut. Sedangkan kebaya yang dipakai oleh wanita setengah baya yakni didesain dengan panjangnya hingga mencapai 3 jari di bawah lutut.

















Pakaian Adat Sulawesi Tenggara


1. Pakaian Adat Suku Muna

Suku Muna mendiami Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Kaum pria suku Muna pada umumnya mengenakan baju (bhadu), sarung (bheta), celana (sala), dan kopiah (songko) atau ikat kepala (kampurui) untuk pakaian sehari-hari. Bajunya berlengan pendek seperti baju model sekarang, dan warnanya putih. Ikat kepalanya berupa kain bercorak batik dan Ikat pinggang yang dipakai terbuat dari logam berwama kuning. lkat pinggang ini berfungsi sebagai penguat sarung dan juga untuk menyelipkan senjata tajam. Sarung yang dipakai biasanya berwama merah bercorak geometris horizontal.
Sedangkan untuk kaum perempuan suku Muna biasanya mengenakan bhadu untuk atasan, bheta, dan kain ikat pinggang yang disebut simpulan kagogo. Bentuk baju berupa baju berlengan pendek dan berlengan panjang dengan lubang pada bagian atas baju untuk memasukkan kepala. Baju biasanya terbuat dari kain satin warna merah atau biru.
Wanita Muna memakai baju berlengan pendek yang disebut kuta kutango untuk pakaian sehari-hari. Baju tersebut diberi hiasan renda pada setiap ujung lengan, sedangkan lubang leher diberi hiasan dengan warna kuning emas. Sarung yang mereka kenakan umumnya berwarna merah, biru, hitam, cokelat, atau warna gelap lainnya dengan corak garis-garis horizontal. Sebagai kelengkapan pakaian dipakai kalung bulat yang terbuat dari logam, gelang yang terbuat dari emas dipakai pada tangan, dan gelang yang terbuat dari logam warna putih atau kuning dikenakan pada kaki.
Sarung yang dipakai oleh wanita terdiri atas tiga lapisan. Lapisan pertama adalah sarung atau rok warna putih yang dililitkan di pinggang. Lapisan kedua untuk membalut baju, yang dililitkan di dada menjurai sampai dengan di atas lutut. Lapisan ketiga digulung melilit dada terkepit ketiak, dan ujung lilitannya dipegang oleh salah satu tangan.

2. Pakaian Adat Suku Tolaki

Dahulu pakaian semacam ini hanya dikenakan oleh golongan bangsawan atau yang, menduduki jabatan tertentu dalam masyarakat. Sekarang masyarakat Tolaki memakai pakaian ini untuk pakaian pengantin, acara adat, atau acara-acara resmi lainnya. Pakaian lelaki terdiri atas babu ngginasamani (baju yang sudah diberi hiasan berupa sulaman), saluaro mendoa (celana), sul epe (ikat pinggang) dari logam, dan pabele (destar).
Pakaian perempuannya disebut babu ngginasamani (baju), sawu (sarung), sulepe, dilengkapi dengan aksesori, antara lain tusuk konde dan hiasan sanggul berupa kembang-kembang yang dibuat dari logam, andi-andi (anting-anting), eno-eno (kalung leher), bolosu (gelang tangan), dan kakinya beralaskan solop (selop).
3. Pakaian Adat Buton
Umumnya orang Buton mengenakan pakaian biru-biru yang terdiri atas sarung dan ikat kepala tanpa baju. Agar sarung tampak kuat, dililitkan kain ikat pinggang yang diberi hiasan jambul-jambul atau rumbai-rumbai disebut kabokena tanga. Ikat kepala dililitkan di tengah kepala sehingga membentuk lipatan-lipatan yang meninggi di sebelah kanan kepala, yang disebut biru-biru.
Pakaian sehari-hari di kalangan wanita disebut baju kombowa. Pakaian ini terdiri atas unsur baju dan kain sarung bermotif kotak-kotak kecil yang disebut bia-bia itanu. Bentuk baju berlengan pendek dan tidak berkancing. Terdapat dua sarung yang dikenakan. Sarung yang di dalam dililitkan pada pinggang lebih panjang dari pada sarung yang di luar. Perhiasan yang digunakan adalah sanggul yang diberi hiasan yang terbuat dari kain atau logam yang berwarna kuning membentuk kembang cempaka. Selain itu, kaum wanita juga memakai gelang, cincin, dan anting yang terbuat dari emas.
Masyarakat Buton juga mempunyai pakaian khusus yang dikenakan pada upacara adat, memingit gadis yang disebut posuo, dan upacara sunatan. Upacara posuo diperuntukkan gadis yang telah menginjak dewasa. Pada upacara tersebut, gadis yang dipingit harus memakai pakaian kalambe yang terdiri atas baju kambowa, sarung dua lapis, ikat pinggang, dan perhiasan logam. Kedua sarung tersebut dililitkan di atas pinggang, dengan penguat lilitan selembar kain ikat pinggang. Ciri gadis yang sudah dipingit adalah memakai gelang yang sudah dihiasi manik-manik pada pergelangan kirinya disebut kabokenalimo.
Anak yang akan disunat ini memakai pakaian adat yang dinamakan ajo tandaki. Tandaki adalah mahkota. Yang boleh memakai tandaki adalah anak dari golongan bangsawan (kaomu). Pakaian ajo tandaki terdiri atas mahkota, sarung berhias (bia ibolaki), dan ikat pinggang (sulepe). Mahkota dibuat dari kain merah, manik-manik, bulu burung cenderawasih, dan berbagai hiasan dari logam.
Jika akan menghadiri upacara resmi, kaum wanita biasanya berpakaian secara lengkap dengan perhiasannya. Mereka memakai baju kambowa serta sarung yang bermotif (bia-bia itanu kumbea). Sarung dililitkan di pinggang membalut atau menutupi sebagian baju. Perhiasan yang dipakai adalah ikat pinggang (sulepe) terbuat dari logam. Perhiasan lainnya adalah gelang di kedua belah tangan, anting-anting di telinga dan kalung menghias leher. Pada sanggul dililitkan pita dari kain berwarna merah atau warna baju yang dipakainya. Sanggul seperti ini disebut popungu kelu-kelu. Kelengkapan pakaian seperti ini hanya dipakai oleh kalangan wanita bangsawan (kaomu).






















Pakaian Adat Sulawesi Barat



1. Pakaian Adat Wanita Mandar


Pakaian adat tradisional Pattuqduq Towaine biasanya dikenakan wanita Mandar Sulawesi Barat pada saat upacara pernikahan. Selain itu, pakaian ini juga digunakan ketika sedang menarikan tarian tradisional Sulawesi Barat yang bernama Patuqdu.
Terjadi perbedaan busana yang dipakain untuk kegiatan tari dan pernikahan. Untuk tarian terdiri dari 18 aksesoris, sedangkan untuk busana pengantin terdiri dari 24 aksesoris.
Aksesoris-aksesoris tradisional tersebut digolongkan menjadi 5 bagian:
  • pakaian utama,
  • penghias kepala,
  • perhiasan badan,
  • dan perhiasan tangan.


2. Pakaian Adat Laki-Laki Mandar

Pakaian adat tradisional laki-laki Sulawesi Barat khas Suku Mandar terbilang begitu sederhana. Yang dikenakan pria adalah jas tertutup warna hitam yang berlengan panjang. Atasan ini dipadukan dengan celana panjang dan kain sarung yang dililitkan di pinggang sebagai bawahan.
Singkatnya, pakaian tradisional laki-laki Sulbar ini melambangkan bahwa laki-laki suku Mandar haruslah gesit dalam bekerja dan bersikap.

3. Pakaian Adat Laki-laki Toraja

Berikut kita sedikit mengulas mengenai pakaian adat tradisional dari daerah Sulawesi Barat yang bernama pakaian adat Toraja. Pakaian tradisional ini merupakan pakaian yang panjangnya sampai lutut. Namanya Sepa Tallung Buku yaitu pakaian adat Toraja yang digunakan oleh laki-laki.
Sebagai wujud pelesatrian, PNS pria diwajibkan untuk menggunakan pakaian adat Seppa Tallung Buku setiap hari Sabtu.
Pakaian tersebut dilengkapi dengan aksesoris lainnya seperti kandaure, gayang, lipa’, dan lain-lain.

4. Baju Adat Wanita Toraja

Nah, baju adat Toraja yang saju ini idalah baju lengan pendek dengan dominasi warna kuning, merah dan putih. Baju tradisional Sulbar ini bernama Pokko yang merupakan baju adat wanita yang sampai kini masyarakat Tana Toraja sendiri masih melestarikannya.
Salah satu bentuk pelestariannya adalah dengan cara mewajibkan seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Tana Toraja untuk menggunakan baju Pokko setiap hari Sabtu.


















Pakaian Adat Sulawesi selatan




1. Baju Tutu (Baju Adat Pria Suku Bugis)

Pakaian adat untuk kaum laki-laki disebut dengan Tutu. Jenis pakaian ini adalah jas dan biasa disebut dengan Jas Tutu. Pakaian adat ini dipadukan dengan celana atau paroci, dan juga kain sarung atau lipa garusuk, serta tutup kepalanya yakni berupa songkok.
Jas Tutu berlengan panjang dengan leher yang berkerah dan dihiasi dengan kancing yang dibuat dari emas atau perak, yang mana dipasangkan pada leher baju tersebut. Sedangkan untuk kain lipa garusuk atau lipa sabbe terlihat polos namun berwarna mencolok, dengan ciri khas merah dan hijau.

2. Baju Bodo (Baju Adat Wanita Suku Bugis)

Bila pada pakaian adat laki-laki dinamakan Tutu, maka pakaian adat perempuan dinamakan Baju Bodo. Ciri khas Baju Bodo adalah berbentuk segi empat dan memiliki lengan yang pendek, yakni setengah atas dari bagian siku lengan. Baju bodo sudah ada sejak zaman dulu dan dapat ditelusuri seratus tahun ke belakang. Tidak hanya itu, pakaian ini dikenal dengan salah satu baju atau busana yang memiliki umur tertua di Indonesia.
Berdasarkan adat Bugis, setiap warna baju bodo memiliki arti tersendiri yang menunjukkan berapa usia serta martabat dari pemakainya, yakni sebagai berikut:
  • Jingga, memiliki arti yaitu pemakai adalah anak perempuan berusia sekitar 10 tahun.
  • Jingga dan Merah, memiliki arti yaitu pemakai adalah anak perempuan yang berusia sekitar 10 hingga 14 tahun.
  •  Merah, memiliki arti yaitu pemakai adalah perempuan berusia sekitar 17 sampai 25 tahun.
  • Putih, memiliki arti yakni pemakai ialah perempuan dari kalangan pembantu dan dukun.
  • Hijau, memiliki arti yakni pemakai ialah perempuan dari kalangan bangsawan.
  • Ungu, memiliki arti yakni pemakai ialah seluruh janda yang bertempat tinggal di Sulawesi Selatan.

3. Pattuqduq Towaine

Pattuqduq Towaine adalah baju adat dari Suku Mandar yang dikenakan pada saat pernikahan serta pada saat menari pattiqtuq. Baju/busana pattuqdu yang dipakai untuk menari adalah terdiri dari 18 potong, sementara busana untuk orang yang sedang menikah adalah 24 potong.
Busana Pattuqduq memiliki ragam jenis, yakni busana Rawang Boko atau Baju Pokkoq, serta berbagai macam motif yang menghiasinya. Pakaian adat ini juga disertai berbagai macam hiasan seperti hiasan kepala, badan, serta tangan yang mencerminkan salah satu budaya Mandar.

4. Baju Pokko

Baju Pokko adalah baju adat Toraja yang digunakan oleh kaum wanita. Pakaian adat Sulawesi Selatan ini memiliki ciri-ciri lengan yang pendek dengan didominasi warna kuning, merah, dan putih
Bagi masyarakat Tana Toraja, mereka masih tetap melestarikan baju adatnya dengan mewajibkan setiap PNS di wilayah Kabupaten Tana Toraja mengenakan Baju Pokko tersebut pada setiap hari Sabtu. Untuk PNS pria, juga diwajibkan mengenakan seppa tallung buku pada setiap hari Sabtu.

5. Baju Seppa Tallung

Pakaian adat ini merupakan pakaian adat Sulawesi Selatan yang berasal dari Suku Toraja. Ciri khas pakaian ini adalah memiliki panjang hingga sampai menyentuh bagian lutut. Baju Seppa Talung merupakan sebuah pakaian adat yang dikenakan oleh kaum laki-laki. Beberapa aksesoris yang melengkapinya yakni, kandaure, gayang, lipa’, dll.
Dalam perkembangannya, pakaian adat ini semakin terkenal dan pernah menjadi perhatian dunia pada acara Manhut Internasional 2011 yang diselenggarakan di Korea Selatan. Banyak sekali testimoni positif yang ditujukan pada pakaian adat Selatan ini.
Busana Seppa Tallung yang diajangkan adalah modifikasi dari busana Seppa Tallung Buku yang dilengkapi dengan berbagai aksesoris seperti sayap dan tanduk yang mencirikan kebesaran salah satu jenis kebudayaan Indonesia tersebut.














Pakaian Adat Sulawesi Utara


1. Pakaian Adat Minahasa Bajang


Bukan tanpa sebab suku Minahasa memiliki pakaian adat yang menjadi ciri khas dari daerah provinsi Sulawesi Utara. Rupanya suku Minahasa mendiami wilayah di sekitar semenanjung Sulawesi Utara (Sulut). Berdasarkan laporan sejarah, suku tersebut dikenal memiliki peradaban lebih maju daripada suku lainnya pada masa lampau. Beberapa bukti menunjukkan hal tersebut, seperti dari aspek pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam memintal kapas menjadi kain yang lebih nyaman dipakai untuk busana sehari-hari. Pakaian inilah yang disebut dengan nama Bajang.
Guna mengikuti atau hadir pada acara upacara adat, penduduk Minahasa pada umumnya mengenakan pakaian adat Sulawesi Utara yang lebih modern.
Cir khas modernya sebagai berikut:
  • Baju dengan bawahan berupa sarung,
  • Dilengkapi dasi dan destar penutup kepala dengan bentuk segitiga,
  • Pada perempuan cenderung lebih sering memakai kebaya dan bawahan kain berwarna sama (yapon),
  • Dan pernik perhiasan lain yang diselipkan pada sanggulan rambut, leher, lengan dan telinga

2. Pakaian Kohongian

Bersifat esklusif pakaian adat Sulawesi Utara ini. Dimana tidak sembarangan suku atau masyarakat bisa memakainya. Menurut informasi yang beredar, busana atau pakaian Kohongian merupakan pakaian adat yang dikenakan pada upacara pernikahan oleh anggota masyarakat dengan status sosial satu tingkat di bawah kaum bangsawan. Artinya pada saat itu tidak semua manusia bisa membelinya. Mungkin karena harganya yang mahal atau diproduksi dalam jumlah terbatas yang hanya untuk kalangan bangsawan saja.
Namun pada era sekarang ini. Rasanya tiada lagi kasta-kasta dalam status sosial di Indonesia. Semua sama dan semua mempunyai akses untuk memakai pakaian tersebut. Apatah lagi pakaian adat tersebut sudah menjadi objek wisata.

3. Busana Simpal

Memiliki fungsi yang hampir sama dengan busana Kohongian. Dimana busana Simpal merupakan busana yang khusus diperuntukkan bagi warga masyarakat yang termasuk ke dalam golongan pendamping pemerintah dalam kerajaan. Busana simpal pun dikenakan pada upacara pernikahan.


4. Pakaian Adat Sangihe dan Talaud

Pakaian adat Sulawesi Utara ini tepatnya berasal dari suku Sangihe Talaud. Busana ini biasanya hanya dipakai saat upacara Tulude. Bernama serat kofo atau semacam tanaman pisang dengan serat batang yang kuat adalah bahan pakaian adat ini. Kemudian serat ini dipintal, ditenun, dan dijahit menjadi selembar pakaian yang dikenal dengan busana Laku Tepu.
Laku Tepu ialah jenis pakaian adat yang berupa baju lengan panjang dan untaiannya sampai ke tumit. Pakaian ini dipakai bersama aksesoris lain berupa popehe (ikat pinggang), paporong (penutup kepala), bandang (selendang di bahu), dan kahiwu (rok rumbai). Pria dan wanita boleh memakai pakaian dan perlengkapan ini. Biasanya warnanya dasar kuning, merah, hijau, atau warna cerah lain.


5. Pakaian Adat Bolaang Mangondow

Berdasarkan informasi dari sejarah, Bolaang Mangondow adalah suatu etnis suku di Sulawesi Utara (Sulut) dan pernah membentuk sebuah kerajaan pada zaman dahulu. Karena kemajuan kebudayaannya dikala itu, beraneka ragam jenis pakaian adat Sulawesi Utara pun hadir dan menjadi warisan budaya sampai saat ini.
Busana yang dipakai sehari-hari oleh penduduk suku Bolaang Mongondow adalah kulit kayu atau pelepah nenas yang diambil seratnya. Serat yang disebut oleh penduduk di sana dengan nama “lanut” ini lalu ditenun menjadi kain. Lantas dijahit menjadi busana sehari-hari.





























































Pakaian Adat Kalimantan Barat


1. King Baba, pakaian laki-laki suku Dayak
Laki-laki dari suku Dayak memiliki pakaian adat bernama King Baba. Dalam bahasa Dayak, “king” bermakna pakaian dan “baba” menyatakan laki-laki. Baju ini dibuat dari kulit kayu kapuo atau tanaman ampuro.
Kulit kayu berserat tinggi ini dipipihkan dengan cara dipukul-pukul menggunakan batu sambil dicelupkan ke dalam air. Setelah cukup lentur, kulit kayu kemudian dijemur hingga kering. Baru setelahnya diberi lukisan etnik khas Dayak dan dibentuk menyerupai rompi tanpa lengan.
King Baba dikenakan bersama ikat kepala yang terbuat dari bulu burung Enggang Gading, serta senjata tradisional bernama mandau. Pakaian adat ini juga dikenal sebagai baju perang suku Dayak.

2. King Bibinge, pakaian perempuan suku Dayak

Untuk perempuan suku Dayak, pakaian adatnya disebut King Bibinge. Bahan baku dan proses pembuatannya sama seperti King Baba, hanya saja didesain lebih sopan untuk menutupi bagian tubuh perempuan. Kulit kayu yang sudah dilukis kemudian dibentuk menjadi kemben untuk penutup dada, rok bawahan, dan stagen. Di permukaannya juga dihiasi dengan manik-manik yang terbuat dari kayu atau biji kering. Sama seperti King Baba, pemakaian King Bibinge juga dilengkapi ikat kepala berbentuk segitiga. Aksesoris lainnya adalah jarat tangan atau gelang yang terbuat dari akar tanaman yang dipintal.
Beberapa perempuan suku Dayak juga memakai kalung yang terbuat dari tulang hewan atau akar tanaman. Gelang dan kalung ini dianggap sebagai penolak bala dan gangguan roh jahat.
3. Pakaian adat bernuansa Melayu cenderung lebih tertutup
Baju pengantin khas Kalimantan Barat kental dengan nuansa melayu. Bahan bakunya menggunakan kain songket khas Melayu. Pakaian ini juga dijuluki telok belanga atau cekak musang.

4. Buang Kuureng, modifikasi pakaian adat untuk perempuan

Baju kurung adalah pakaian adat Melayu untuk perempuan. Model busana ini banyak dikenakan di Malaysia, Brunei Darussalam, dan beberapa wilayah di Indonesia seperti Sumatera Barat hingga Kalimantan Barat.
Di Kalimantan Barat, baju kurung berbahan beludru untuk perempuan ini disebut sebagai Buang Kuureng. Ada dua jenis Buang Kuureng, yaitu kuurung sapek tangan untuk baju berlengan pendek dan kuurung langke tangan yang berlengan panjang.
Pakaian adat Kalimantan Barat termasuk dalam khazanah budaya Nusantara yang wajib dilestarikan






































Pakaian Adat Kalimantan Timur



PAKAIAN ADAT  KALIMANTAN TIMUR KUSTIN

Baju adat dengan nama Kustin ini merupakan pakaian adat kalimantan timur yang bisanya dikenakan oleh suku Kutai.
Pakaian aini biasanya dikenakan oleh golongan menengah ke atas sebagai pakaian resmi dalam upacara pernikahan di masa silam.
Nama “Kustin” ini sendiri berasal dari bahasa kutai yang berarti busana. Pakaian adat kustin kalimantan timur ini biasanya terbuat dari bagah beludru berwarna hitam.
Lengan baju didesain panjang dan kerahnya tinggi dengan bagian kerah dan dadanya dihiasi dengan pasmen.
Bagi para pria, pakaian adat Kustin umumnya akan dipadukan dengan celana panjang hitan yang dipasangi dengan dodot rambu bundar berhiaskan lambang Wapen.
Sedangkan bagi para wanita, pakaian adat kustin dipakai dengan tambahan berupa kelibun kuing yang terbuat dari sutera.
Selain itu mereka juga akan menghias rambutnya dengan hiasan yang menyerupai aksesoris danggul adat jawa.



PAKAIAN ADAT DAYAK NGAJU

Dayak ngaju sebenarnya tidak dominan mendiami daerah Provinsi Kalimantan Timur. Akan tetapi, Kekhasan pakaian adat yang diwariskan kebudayaan mereka sangat disayangkan apabila tidak dibahas.
Suku dayak ngaju lebih sering ditemukan menduduki wilayah kalimantan tengah. Untuk kaum laki-laki, pakaian tradisional mereka umumnya berupa kain penutup bagian bawah sebatas lutut, rompi, ikat kepala berhias bulu enggang, kalung manik-manik, ikat pinggang dan perisai kayu serta mandau sebagai aksesoris pada bagian pinggang.
Sedangkan untuk para kaum wanita, Pakaian adat tersebut berupa rok pendek, baju rompi, ikat kepala yang dihiasi bulu enggang, ikat pinggang, kalung manik-manik dan gelang tangan.
Perlu diketahui bawasannya pembuatan pakaian adat tersebut, Suku dayak ngaju biasanya menggunakan bahan-bahan alami berupa serat alam, kulit siren, atau kayu nyamun. Bahan tersebut kemudian dibentuk sedemikian rupa dan dibubuhi warna dan corak hias.
Hias yang digunakan dalam pakaian adat tersebut sering kali diilhami oleh keyakinan masyarakat di suku tersebut.



PAKAIAN ADAT DAYAK BULAN KUURUNG

Selain pakaian adat yang telah di jelaskan diatas, terdapat beberapa pakian Kalimantan Timur lainnya, yakni pakaian adat Bulan Kurung.
Pakaian adat ini terbagi menjadi beberapa jenis. Ada yang di desain tanpa lengan, pakaian dengan lengan pendek (dokot tangan), dan baju dengan desain lengan panjang (lengke). Umumnya baju adat satu ini sering dipakai oleh para dukun.



Pakain Adat Kalimantan Timur Bulang Burai King
lanjut pada tema Pakaian adat Kalimantan timur selanjutnya adalah Pakaian adat dengan nama bulung burai king. Pakaian ini biasanya dikenakan saat upacara adat dayak.
Cirinya yang mencolok pada pakaian ini terletak pada hiasan manik-manik serta bulu burung yang dibentuk dengan sedemikian rupa sehingga terkesan lebih indah, rapi dan menarik.












Pakaian Adat Kalimantan Utara


Pakaian Adat Ta’a dan Sapei Sapaq

Ta’a dan Sapei Sapaq dikenal sebagai pakaian adat Kalimantan Timur. Meskipun begitu, provinsi Kalimantan Utara juga mengakui bahwa kedua pakaian tersebut juga sebagai pakaian adatnya. Meski memiliki nama yang sama, yaitu Ta’a dan Sapei Sapaq khas Kalimantan Timur dan yang khas Kalimantan Barat sebenarnya memiliki perbedaan yang cukup mencolok.
Sebelum kita bahas mengenai perbedaan-perbedaan ini, lebih dahulu mari kita mengenal apa itu pakaian Ta’a dan Sapei Sapaq.






Pakaian Adat Kalimantan Utara untuk Wanita: Baju Ta’a

Pakaian Ta’a merupakan pakaian adat yang khusus dipakai oleh para anita Dayak di Kalimantan. Busana ini dibuat dari kain beludru berwarna hitam dengan pernik atau hiasan berbentuk manik-manik yang dijahit.

Ta’a terdiri dari busana atasan dengan model mirip rompi (tanpa lengan), busana bawahan berbentuk rok dengan warna dan motif yang sama, serta penutup kepala berhias bulu burung enggang, dan perlengkapan lain seperti gelang, kalung, dan manik-manik.
Motif hias rompi dan rok Ta’a cukup kental dengan kombinasi warna-warna yang mencolok seperti putih, hijau, biru, merah, dan warna lain yang kontras dengan warna kain rompi. Pada bagian dada dan lengan dilengkapi rumbai-rumbai dengan warna motif yang sama
Perbedaan utama antara baju Sapei Sapaq dan Taa terdapat pada motif. Untuk motif busana adat Kalimantan Utara, baik pada baju Ta’a maupun Sapei Sapaq sebenarnya terbagi menjadi tiga, yakni motif burung enggang, motif harimau atau hewan lain, serta motif tumbuhan.
Busana dengan motif burung enggang dan harimau pada umumnya digunakan para bangsawan, sementara busana bermotif tumbuhan dipakai oleh rakyat jelata.



Pakaian Adat Kalimantan Utara untuk Pria: Baju Sapei Sapaq

Pakaian adat Sapei Sapaq merupakan pakaian adat Kalimantan Utara yang dikenakan untuk pria. Bahan yang dibuat, model dan motifnya, baju tersebut mirip baju Ta’a. Bedanya untuk busana bawahan, pakaian yang dikenakan kaum pria hanya berupa gulungan selendang dengan bentuk mirip celana dalam.
Meskipun begitu, busana bawahan seperti ini pada jaman sekarang biasanya sudah diganti dengan celana pendek hitam karena dinilai kurang elok dipandang.
Aksesoris baju Sapei Sapaq yaitu sebuah mandau yang terselip pada pinggang, perisai perang, dan kalung-kalung dari bahan alam misalnya tulang, taring babi, dan biji-bijian.




























Pakaian Adat Kalimantan Selatan


1. Bagajah Gamuling Baular Lulut

Namanya yang unik yaitu Bagajah Gamuling baular Lulut merupakan pakaian ciri khas dari provinsi Kalimantan Selatan, pakaian ini biasanya digunakan untuk suatu adat pernikahan yang dipakai oleh laki-laki maupun perempuan. Tetapi, model pakaiannya tidaklah sama.
Untuk laki-laki bisa tidak mengenakan baju, tetapi pada umumnya laki -laki mengenakan baju lengan pendek yang dihiasi dengan manik-manik yang mengkilau.
Pada baju laki-laki tidak memiliki kerah, cara mengenakannya dapat dipadankan dengan celana panjang serta aksesoris seperti kalung samban, ikat pinggang, kain yang bermotif kelabang atau halilipan, dan penutup kepalanya yaitu mahkota yang melingkar berbentuk ular lidi.
Dan untuk pengantin perempuan dapat mengenakan kemban sebagai penutup dada lalu ditambahkan aksesoris berupa selendang, ikat pinggang, konde yang berhiaskan mahkota, kembang goyang, dan kuncup bunga melati. Pada bagian bawa pengantin perempuan mengenakan kain panjang yang bermotif halilipan yang berfungsi sebagai rok.
Bagajah Gamuling baular Lulut merupakan salah satu pakaian pengantin yang kaya akan rentengan bunga melati serta mawar yang menghiasi pengantin sehingga menjadi lebih tampan dan cantik.



2. Ba’amar Galung Pancaran Matahari

Ba’amar Galung Pancaran Matahari merupakan Busana adat untuk pengantin kalimantan selatan yang ada sejak abad ke 17, Busana pengantin ini sangatlah populer dikalangan masyarakat Banjar. Ba’amar Galung Pancaran Matahari memiliki perpadanan antara budaya jawa dengan budaya hindu yang sangat mangkus.
Pada budaya jawa pakaian ini memiliki kesan atau pengaruh dalam penggunaan rentengan kembang melati dan mawar sehingga mebuat aura si pengantin lebih memancar yang sesuai dengan nama busananya, serta perpadanan budaya hindu nan dapat kita saksikan dari dekorasi mahkota dan kainnya yang terdapat naga dan kelabang atau biasa masyarakat banjar menyebutnya dengan halilipan.
Untuk perempuan mengenakan baju poko yang lengannya pendek terdapat hiasan manik-manik yang dibentuk rumbai sehingga mempercantik pengantin perempuan. Ada juga kida-kida, kida-kida merupakan aksesoris pengantin perempuan berbentuk segi lima. Aksesoris ini berfungsi sebagai penutup dada serta hiasan yang sangat menawan.
Sedangkan pria dapat menggunakan kemeja lengan panjang dengan kerenda yang berada di dada, lalu dipadukan dengan jas tanpa kancing serta celana panjang. Pengantin pria juga menggunakan kain yang di pasang pada area pinggang dengan motif halilipan serta tali wenang yang berfungsi sebagai ikat pinggang


3. Babaju Kun (Hwa Kun) Galung Pacinan
Babaju Kun (Hwa Kun) Galung Pacinan, baju tradisional yang satu ini merupakan baju yang berasal dari perpaduan antara budaya banjar dengan budaya tiongkok. Busana adat kalimantan selatan ini memiliki bentuk hampir mirip dengan Pakaian adat betawi, hal itu menggambarkan pada saat masuknya pedagang Gujarat dan pedagang China di Kalimantan Selatan.
Untuk pengantin laki-laki dapat mengenakan pakaian gamis serta jubah panjang tanpa kancing yang berasal dari dampak dari pedagang Gujarat. Menggunakan penutup kepala yaitu kopiah alpe yang berlilitkan surban atau juga dapat mengenakan tanjak laksamana. Tidak hanya itu, pengantin pria juga memakai rentengan atau roncean yang terbuat dari bunga melati. sedangkan alas kakinya sang pengantin bisa menggunakan selop.
Untuk pengantin perempuan bisa menggunakan busana Babaju Kun (Hwa Kun) Galung Pacinan bajunya terdiri dari kebaya lengan panjang bermodelkan cheong sam , selain itu terdapat jahitan indah pada payet yang menggunakan benang emas dengan motif bunga teratai . Cara pemakaiannya dapat dipadukan dengan rok panjang yang dihiasi dengan manik-manik cantik dan disulam dengan  bentuk motif dari tirai bambu.
Sedangkan pada bagian kepala, pengantin perempuan mengenakan mahkota indah berhiaskan permata yang sangat mengkilau, kembang goyang, serta tusuk konde dengan bentuk huruf arab yaitu lam dan burung hong sehingga membuat pengantin menjadi ratu super anggun.



4. Babaju Kubaya Panjang
Babaju Kubaya Panjang merupakan pakaian tradisional kalimantan selatan. Babaju kubaya Panjang adalah baju pengantin turunan dari ketiga baju pengantin diatas, babaju kubaya panjang merupakan baamar galung yang sudah di modifikasi.
Untuk yang laki-laki pakaiannya sama dengan baju galung pancar matahari sedangkan yang perempuan mengenak kebaya panjang seperti baju galung pacinan. Baju adat kalimantan selatan ini sangatlah populer bagi masyarakat kalimantan selatan karena adanya perpaduan dari ketiga busana diatas.
Ada yang harus kalian ketahui konco, hampir semua pakaian adat kalimantan selatan selalu menggunakan aksesoris bogem atau roncean yang terbuat dari bunga melati dan bunga mawar.